Punten, Ape Takon
Taman Aloon Aloon

Sejarah Tulungagung

Tulungagung sebagai kota marmer yang berjuluk seribu warung kopi merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang usianya sudah lebih dari 819 tahun. Hari Jadi Tulungagung ditetapkan pada tanggal 18 November 1205, yaitu ketika Kerajaan Daha atau Kadiri masih berjaya. Tulungagung merupakan salah satu daerah penghasil marmer di Indonesia. Selain itu, kabupaten ini juga memiliki sejumlah pantai sebagai destinasi wisata masyarakat. Sebagai kabupaten yang usianya sangat panjang, tak heran jika Tulungagung juga memiliki sejarah yang panjang pula. Kabupaten Tulungagung ini dulunya bernama Kabupaten Ngrowo yang Pusat pemerintahannya berada di wilayah Kalangbret. Pemindahan pusat pemerintahan ke wilayah Kecamatan Tulungagung seperti saat ini terjadi sebelum tahun 1824. Adapun perubahan nama dari Ngrowo menjadi Tulungagung terjadi sekitar tahun 1901, saat dipimpin Bupati Raden Tumenggung Patowidjoyo.

Ada beberapa versi terkait Asal-usul Tulungagung:

Ada menyebutkan bahwa Tulungagung bermakna sumber air yang besar.Ketika masih bernama Ngrowo, wilayah kabupaten ini dipenuhi oleh banyak sekali sumber mata air. Kondisinya yang berawa-rawa ini menyebabkan orang menyebut daerah itu dengan nama Ngrowo atau daerah yang banyak rawa. Sumber air yang besar atau agung itu berada di daerah yang sekarang menjadi Kecamatan Tulungagung, tepatnya di Alun-Alun. Sumber air yang besar itu kemudian disebut dengan Tulung Agung. Dalam bahasa sansekerta, Tulung berarti sumber air, sedangkan agung berarti besar. Konon, sumber air yang besar itu dikeringkan terlebih dahulu sebelum dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Proses pengeringan sumber air itu dilakukan atas bantuan seorang pemuda sakti asal Gunung Wilis bernama Joko Baru. Joko Baru menyumbat semua sumber air yang ada dengan lidi dari pohon aren. Dalam cerita rakyat yang berkembang, Joko Baru dikutuk oleh ayahnya dalam bentuk seekor ular, yang kemudian disebut Baru Klinthing.

Ada versi lain yang menyebutkan asal-usul nama Tulungagung ini berarti pitulungan atau pertolongan yang besar. Konon sebelum menjadi kabupaten, wilayah Ngrowo atau Tulungagung ini merupakan tumenggungan, yang dipimpin oleh beberapa tumenggung. Ketika akan dijadikan kabupaten, wilayah tumenggungan itu disatukan. Namun hasilnya tidak terlalu luas. Sejarah Kabupaten Tulungagung menetapkan tanggal 18 Novemner 1205 sebagai Hari Jadinya, karena Pada tanggal itu terjadi peristiwa pemberian penghargaan dari Raja Kertajaya dari Daha kepada masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung. Dalam Babad Tulungagung dikisahkan bahwa wilayah ini sangat erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit. Hal itu dibuktikan dengan adanya makam Gayatri Sri Rajapatni di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu. Gayatri merupakan istri keempat Raden Wijaya atau raja pertama Majapahit, sekaligus ibu Ratu Majapahit Tribuwanatunggadewi. Diketahui, Tribuwanatunggadewi merupakan ibu dari Raja Hayam Wuruk, raja terbesar Majapahit. Sehingga, Gayatri yang makamnya berada di Boyolangu, Tulungagung itu merupakan nenek dari Raja Hayam Wuruk. Adapun pemerintahan Kabupaten Tulungagung dimulai dari periode Ngrowo di Kalangbret dengan penguasa pertama Kiai Ngabehi Mangundirono. Periode Ngrowo di Kalangbret ini terdapat tiga penguasa, yaitu Mangundirono, Tondowidjojo, dan Raden Mas Mangun Negoro. Hanya saja, tidak ada catatan pasti terkait kapan ketiganya mulai berkuasa, berapa lama berkuasa, dan sampai tahun berapa berkuasa.

Keunikan Tulungagung

Kabupaten Tulungagung yang juga dikenal dengan julukan Kota Seribu Warung Kopi ini berdasarkan kondisi riil di Tulungagung yang memang banyak sekali warung kopi. Meski demikian, warung-warung kopi itu tidak ada yang sepi, karena memiliki pelanggan masing-masing. Beberapa warung kopi yang ramai di desa itu antara lain Warung Kopi Mak Tin, Warung Kopi Pak Waris, Warung Kopi Pak Yun, dan sebagainya. Dan saat ini kabupaten Tulungagung menjadi segi tiga emas jalur transportasi menuju pantai, pegunungan dan daratan. Dengan dibukanya bandara udara Dhoho di kediri maka terbukalah akses kemudahan menerima kunjungan wisata menuju Trenggalek, Blitar dan Kediri, di mana masing-masing kabupaten mempunyai tipikal geografis, budaya dan potensi alam sendiri2 yang bisa saling mendukung dan memperkaya.

Tulungagung mempunyai tipikal geografis pegunungan, daratan dan pantai dengan budaya masyarakat yang terbuka pada perubahan tapi masih menghargai budaya dan belum banyak digali potensi alamnya. Dengan jalur Pansela (pantai selatan jawa) yang sudah terhubung dari timur sampai barat menjadi peluangan tersendiri dalam pengembangan transportasi di darat, laut dan udara. Untuk pengelolaan itu semua dibutuhkan Peta Konektivitas dan kemudahan aksesibilitas transportasi orang / barang yang paripurna (PETAKON) melalui moda transportasi darat (kereta api dan angkutan darat lainnya, laut (melalui pengembangan dermaga di seputaran Jalan Lintas Selatan / JKS / Pansela dan udara melalui bandara Dhoho).